Pernahkah kalian melihat secara langsung fenomena si bulan darah? Fenomena bulan darah tersebut merupakan ketika terjadi gerhana bulan dengan warna bulan berwarna merah seperti darah. Seperti gerhana bulan merah yang terjadi di Jakarta pada 8 Oktober 2014.
Warna merah pada bulan yang sedang mengalami proses gerhana bisa menjadi indikator kualitas udara di suatu kota. Demikian kata seorang pengamat. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin menjelaskan bahwa warna darah pada bulan terjadi karena bulan tertutup oleh bayangan bumi. Namun cahaya matahari terbiaskan hingga menimbulkan kesan kemerah-merahan. Kesan merah darah ini akibat pantulan atmosfer bumi yang umumnya disebabkan dari kumpulan debu di bumi. penjelasan Thomas ini pun disetujui oleh astronom sekaligus narator Planetarium dan Observatorium Jakarta, Cecep Nurwendaya.
Cecep menuturkan merah tidaknya warna gerhana bulan tergantung kepada tingkat polusi udara suatu kota. "Warna merah pada bulan yang sedang mengalami proses gerhana bisa menjadi indikator kualitas udara di suatu kota. Semakin besar polusi udara di tempat kita, maka semakin indah warna gerhana. " Ujar Cecep
Warna gerhana bulan, sambung dia, akan semakin merah jika tingkat polusi suatu kota itu tinggi. "Jadi jangan bangga (jika melihat gerhana bulan merah), seharusnya kita sedih. "Dia menambahkan, warna merah ditimbulkan karena polusi udara yang terdiri dari gas dan debu yang mempunyai sifat dan ciri khas memerahkan cahaya (reddening). "Peristiwa tersebut serupa dengan ketika terbenamnya matahari dan ketika terjadi letusan gunung berapi, abu dari gunung berapi itu menutup langit dan akan 'memerahkan' matahari," jelas Cecep.
Sementara itu, di daerah yang polusi udaranya lebih rendah, warna gerhana bulan akan lebih cenderung kekuningan, kata Cecep, yang pernah menjadi asisten peneliti di Observatorium Bosscha, Lembang, tersebut. Warna merah ditimbulkan karena polusi terdiri dari gas dan debu yang mempunyai sifat dan ciri khas memerahkan cahaya (reddening). Cecep mengatakan, peristiwa tersebut serupa dengan ketika terbenamnya matahari dan ketika terjadi letusan gunung berapi. Abu dari gunung berapi itu menutup langit dan akan "memerahkan" matahari.
Salah satu keistimewaan gerhana bulan pada Rabu 8 Oktober 2014 adalah gerhana bulan tersebut merupakan bagian dari untaian empat gerhana bulan total yang berurutan. "Ini adalah rangkaian gerhana bulan total kedua," kata dia.
Dua gerhana bulan total berlangsung pada 2014; 15 April dan 8 Oktober, sementara dua gerhana bulan lainnya akan berlangsung pada 2015; 4 April dan 28 September. Untaian empat gerhana bulan total yang berlangsung secara berurutan disebut gerhana bulan tetrad.
Gerhana diawali dengan tertutupnya bagian bawah bulan oleh bayangan bumi pada pukul 16:15 WIB (18:15 WIT). Hanya wilayah sekitar Papua yang bisa mengamatinya awal gerhana ini. Pada pukul 16:40 WIB (18:40 WIT), hampir setengah bagian bawah bulan akan gelap. Menjelang gerhana total, pada pukul 17:10 WIB (19:10 WIT), purnama hanya tersisa bagian kiri atas:
Pukul 16:40 WIB (18:40 WIT)
Pukul 17:10 WIB (19:10 WIT)
Setelah fase gerhana bulan total, disusul fase gerhana sebagian sampai akhir gerhana. Purnama mulai tersibak dari sisi kiri bawah dan akhirnya bayangan bumi mulai meninggalkan purnama dari sisi kanan atas.
Pukul 18:40 WIB (20:40 WIT)
Pukul 19:00 WIB (21:00)
Proses gerhana bulan ini kemudian berakhir pada pukul 19:34 WIB (21:34 WIT)
Sumber :
http://tdjamaluddin.wordpress.com/
http://nasional.kompas.com/
http://techno.okezone.com/
0 komentar:
Posting Komentar